Oktober 27, 2010

Dampak negatif tayangan di televisi

Televisi sebagai salah satu jenis media massa elektronik adalah media yang potensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak.Seperti kita ketahui bersama, media massa khususnya televisi berperan besar dalam pembentukan ‘budaya global’ dan proses peniruan gaya hidup. Dengan kekuatan yang luar biasa, media televisi mampu menentukan apa yang akan menjadi trend di masyarakat melalui program – program acara mereka seperti kuis, infotainment (gossip), dan sinetron. Begitu kuatnya pengaruh tayangan program dan iklan televisi terhadap pembentukan pola hidup dan menjadi kebutuhan masyarakat ini kemudian menimbulkan stigma-stigma bahkan nilai baru yang dianut di masyarakat umum. Kehidupan sinetron seperti menjadi ukuran dan realitas yang harus dikuti masyarakat dalam kehidupan nyata mereka sendiri. Hedonisme dan materialisme seakan – akan sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat kita.
Selain itu pengaruh tayangan kekerasan di televisi juga memiliki dampak negatif terhadap perkembangan anak – anak. Berita tentang tawuran dan pembunuhan hamper setiap hari menghiasi program berita. Program acara seperti WWF dan aksi - aksi kekerasan lainnya menjadi semacam ‘inspirasi’ bagi anak – anak dalam bertingkah laku sehari – hari. Secara psikologis memang pembelajaran visual melalui proses modeling lebih mudah diterima daripada proses belajar verbal atau tulis dalam pendidikan formal.
Pemberitaan yang terlalu gamblang terhadap kejadian pembunuhan dam kerusuhan juga berpotensi memicu kekerasan dan keberingasan massa. Kita tentu masih ingat beberapa waktu lalu, ketika terjadi kerusuhan di Tanjung Priok, yang dipicu tawuran massal antara massa dengan petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP), yang saling bentrok saat makam Mbah Priuk hendak digusur untuk ketertiban area pelabuhan. Dua stasiun televisi berita secara dramatis menayangkan seorang manusia diinjak-injak oleh gerombolan manusia lain sambil dihantam pentungan atau benda keras, tanpa ada yang sanggup mencegahnya.
Ini terjadi terus menerus dan setiap hari di televisi kita, di depan mata kita. Karenanya jangan heran makin banyak  pemberitaan ibu membunuh anaknya sendiri, anak - anak bunuh diri karena tidak lulus ujian, persis yang terjadi dan di beritakan oleh televisi. Padahal di negara yang sangat liberal sekalipun, tayangan televisi begitu diatur. Televisi tidak boleh meracuni otak anak-anak. Televisi boleh menyiarkan orang mati bunuh diri, tapi jangan diberitahukan bagaimana caranya bunuh diri. ‘Pelajaran’ ini akan menginspirasi penonton untuk melakukan cara yang sama jika menganggap bunuh diri adalah jalan keluarnya.
Dampak negatif lainnya, media dapat dimanfaatkan sebagai alat penebar budaya pergaulan bebas. Saat ini, media kerap kali memanfaatkan film-film bermuatan pornografi dan pornoaksi untuk menyerang kehormatan dan kesucian perempuan. Kasus – kasus pornografi yang diulang – ulang dan disiarkan terus menerus juga dapat menimbulkan efek penasaran terhadap masyarakat, yang akhirnya malah mencari dan menonton video tersebut.  Jika ini terjadi dalam jangka waktu yang lama tentu saja mengubah norma dan nilai-nilai budaya dan identitas nasional suatu bangsa.
Oleh sebab itu, media massa di Indonesia khususnya televisi seharusnya memiliki tanggung jawab sosial kepada pemirsanya dan tidak hanya mengeruk keuntungan demi menaikkan rating dan kepentingan pribadi. Lebih baik lagi kalau negara ini punya cara untuk mengatur secara tegas seperti di negara-negara maju, demi kepentingan masa depan bangsa ini. 

0 comments:

Posting Komentar